Sunday, June 27, 2010

SKRIPSI: Hubungan Hati Dengan Iman


Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam kitabnya, Fathul Baari menjelaskan makna ‘Iman’ menurut bahasa adalah tashdiq (mempercayai), sedangkan menurut istilah adalah mempercayai Rasulullah SAW dan berita yang dibawanya dari Allah SWT.

Imam al-Bukhari memulai hadisnya di dalam Kitab al-Iman dengan ungkapan ‘Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang’. Yang dimaksudkan dengan ‘perkataan’ adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, sedangkan yang dimaksud dengan ‘perbuatan’ adalah mencakup perbuatan hati (keyakinan) dan perbuatan anggota badan (ibadah).

1. Amar Makruf Nahi Mungkar Sebagai Tanda Keimanan

Menganjurkan kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran termasuk tuntutan keimanan dan di antara sifat-sifat orang mukmin. Mencegah kemungkaran dengan hati adalah selemah-lemah iman karena perbuatan hati di sini hanyalah mencakup mengingkari, membenci dan tidak meridhai akan kemungkaran itu.

Adapun ridha terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT adalah bagian dari kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Banyak dari kalangan ulama yang berpendapat bahwa meridhai hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT itu tidak disyariatkan, sebagaimana juga tidak disyariatkan untuk mencintainya, karena sesungguhnya Allah SWT juga tidak meridhai dan tidak mencintainya.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:



حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، كِلاَهُمَا عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، - وَهَذَا حَدِيثُ أَبِي بَكْرٍ - قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلاَةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلاَةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ ‏.‏ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ.‏ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ‏"‏مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ"‏.‏ (رواه مسلم



Orang yang pertama kali berkhutbah sebelum salat pada waktu hari raya adalah Marwan. Lantas ada seorang laki-laki yang berdiri (untuk menghadap) kepadanya. Lelaki itu berkata, “Salat (hari raya itu dilaksanakan) sebelum khutbah.” Marwan berkata. “Hal itu telah ditinggalkan.” Maka Abu Sa’id berkata, Adapun lelaki ini, maka dia telah menunaikan kewajiban atas dirinya. Aku telah mendengar Rasul SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kalian ada yang melihat sebuah kemungkaran, maka hendaklah dia merubah kemungkaran itu dengan tangannya. Apabila dia tidak mampu, maka hendaklah (dia merubah kemungkaran itu) dengan lisannya. Namun apabila masih tidak mampu, maka (hendaklah dia mengingkari kemungkaran itu) dengan hatinya. Dan hal itu merupakan tingkat keimanan yang paling lemah.”(Riwayat Muslim)

Hadis riwayat Imam Muslim di atas menerangkan tentang mencegah kemungkaran adalah bagian dari cabang iman . Sedang iman bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan kondisi seseorang dalam melaksanakan perintah syariat. Semakin banyak melakukan kebajikan, maka iman pun semakin kuat. Sebaliknya semakin banyak melakukan maksiat, maka iman pun semakin rapuh.

Karena itu, setiap muslim diperintahkan agar selalu mengajak kepada kebaikan dan mencegah segala bentuk kemungkaran. Yang dimaksudkan dengan mengingkari kemungkaran dalam hati adalah membenci kemungkaran tersebut di dalam hati. Untuk mengingkari sebuah kemungkaran, seseorang tidak diharuskan mampu menghilangkan atau mengubah perilaku orang yang mengerjakan kemungkaran tersebut. Akan tetapi dia hanya wajib memberikan peringatan sebatas yang dia mampu berikan.

Hadis di atas berkaitan juga dengan hadis berikutnya ini yang kandungannya adalah anjuran untuk berjihad terhadap orang-orang yang melakukan kebatilan, baik jihad melalui tangan, jihad melalui lisan maupun jihad melalui hati. Orang yang mengaku beriman akan berjihad sesuai dengan kemampuannya namun hal ini tetap dengan syarat tidak sampai menimbulkan fitnah dan kemudharatan yang lebih besar bagi dirinya dan orang lain.

Sabda Rasulullah SAW:



حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ النَّضْرِ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ - وَاللَّفْظُ لِعَبْدٍ - قَالُوا حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ، عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَكَمِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْمِسْوَرِ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ‏"‏مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لاَ يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لاَ يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ"‏‏.‏ (رواه مسلم



“Tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah kepada sebuah umat sebelum aku kecuali memiliki hawariyyun (para penolong) dan para sahabat dari kalangan umatnya. Mereka akan mengambil ajaran sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian akan datang pada generasi setelah mereka orang-orang yang merubah (semua tatanan) dengan sesuatu yang buruk. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan kepada mereka. Barangsiapa memerangi mereka dengan tangannya sendiri, maka dia adalah seorang mukmin. Barangsiapa memerangi mereka dengan lisannya, maka dia adalah seorang mukmin. Dan barangsiapa memerangi mereka dengan hatinya, maka dia adalah seorang mukmin. Tidak ada lagi sedikit pun keimanan untuk sikap di bawah tersebut, (maksudnya di bawah sikap pengingkaran dengan hati).” (Riwayat Muslim)

Di dalam kitab Syarah Hadis 40, mengatakan bahwa semua ulama sepakat bahwa memberantas kemungkaran hukumnya wajib. Karenanya setiap muslim wajib memberantas kemungkaran yang ada sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik dengan tangan, lisan atau hatinya. Mampu mengetahui hal-hal yang makruf dan mengingkari kemungkaran melalui hati merupakan fardhu ain bagi setiap individu muslim, dalam kondisi apapun. Barangsiapa yang mengetahui kemungkaran tapi tidak mengingkarinya, maka itu pertanda hilangnya iman dari hati. Ali r.a pernah berkata, “Jihad yang menjadi kunci pertama kemenangan kalian, adalah jihad dengan tangan, lalu dengan lisan, lalu dengan hati. Barangsiapa yang tidak mengetahui yang baik, dan tidak mengingkari dengan hatinya kemungkaran yang terjadi, maka ia akan kalah. Sehingga, kondisi pun berbalik, yang di atas menjadi yang di bawah”.

Imam Muslim mengelompokkan dua hadis di atas di dalam Kitab al-Iman pada bab ‘Mencegah Kemungkaran Sebagian Dari Iman, Dan Iman Bertambah dan Berkurang, Dan Wajib Menyuruh Kepada Kebaikan Dan Mencegah Kemungkaran’. Walaupun begitu, Imam Bukhari tidak memasukkan kedua-dua hadis berkenaan di dalam kitab shahihnya.

No comments:

Post a Comment

salam